Kamis, 20 Oktober 2016

Teladan Hidup Dahlan Iskan

Teladan Hidup Dahlan Iskan



143356463311101344696.jpgDahlan Iskan seorang putera terbaik Indonesia. Beliau dikenal masyarakat karena keberhasilannya dalam memimpin surat kabar Jawa Pos. Dahlan Iskan dilahirkan di Magetan Jawa Timur, tepatnya di desa Kebun Dalam Tegalarum, pada tahun 1951. Dahlan Iskan, anak dari pasangan Mohammad Iskan dan Lisnah. Dahlan merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Ia dibesarkan di lingkungan pedesaan dangan kondisi serba kekurangan. Dahlan Iskan tidak pernah tahu tanggal dan bulan ia dilahirkan, sampai saat ini tanggal yang dia gunakan sebagai tanggal lahir adalah karangannya sendiri. Ia menggunakan tanggal 17 Agustus 1951 sebagai hari kelahirannya karena tanggal itu tepat pada hari kemerdekaan Indonesia sehingga mudah diingat.


.
Masa Kecil Dahlan Iskan
Orang tua Dahlan Iskan bukan orang yang kaya, bahkan sangat miskin sekali. Dahlan dan saudara-saudaranya terbiasa hidup dalam kesederhanaan. Sering ia dan saudaranya merasa perih di perut karena menahan rasa lapar, ia ikatkan sarung di perutnya. Kemiskinan bukan berarti harus meminta-minta untuk dikasihani melainkan harus dihadapi dengan bekerja dan berusaha. Keluarga Dahlan memiliki prinsip, yaitu “Kemiskinan yang dijalani dengan tepat akan mematangkan jiwa”.
Suatu saat ibu Dahlan terkena penyakit yang membuat perutnya membesar. Karena orang miskin dan tidak punya biaya, mereka tak tahu itu penyakit apa. Akhirnya, ibu Dahlan meninggal dunia. Ketika dewasa Dahlan baru tahu bahwa penyakit ibunya itu adalah sejenis kista yang dengan operasi sederhana bisa sembuh. Saat itulah Dahlan bertekad menjadi orang yang sukses. Agar tidak terjadi hal seperti itu lagi dalam kehidupannya.
Pada saat kecil, Dahlan Iskan hanya memiliki baju satu stel yaitu kaos dan celana serta satu sarung. Sarung adalah baju serba guna bagi Dahlan, sampai saat tidur di malam hari pun ia gunakan sarung untuk selimut. Ketika sekolah ia tidak mempunyai sepatu. Saat itu jarak antara rumah dan sekolahnya puluhan kilometer, sehingga ia dan saudaranya pergi ke sekolah dengan berjalan kaki dengan merasakan lecet di telapak kaki karena kakinya tidak bersepatu.

Pendidikan dan Karir Dahlan
Dahlan Iskan mulai bersekolah di madrasah yang juga disebut sekolah rakyat. Setelah tamat ia melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama, kemudian ke sekolah aliyah setingkat SLTA. Setamat SLTA, Dahlan Iskan melanjutkan sekolahnya di fakultas hukum IAIN Sunan Ampel dan di Universitas 17 Agustus. Semasa kuliah ia lebih senang mengikuti kegiatan kemahasiswaan seperti Pelajar Islam Indonesia dan menulis majalah mahasiswa dan koran mahasiswa daripada mengikuti kuliah. Ia jadi tidak meneruskan kuliahnya, kemudian Dahlan hijrah ke Samarinda, Kalimantan Timur, dan disana ia numpang di rumah kakak tertuanya. Disana ia menjadi reporter pada surat kabar lokal.
Pada Tahun 1976, Dahlan kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai wartawan majalah Tempo. Saat itu terjadi musibah yaitu tenggelamnya kapal Tampomas. Dahlan menulis tentang musibah itu dan meletakkannya di Headline News Tempo. Tidak disangka hasilnya sangat bagus, dari respon pembaca banyak yang menyukai  gaya Dahlan menulis. Hal inilah yang bisa membuat pimpinan Tempo mengangkat Dahlan sebagai kepala biro Tempo Jatim. Walaupun Dahlan sudah bekerja dan menulis untuk Tempo, diam-diam Dahlan juga menulis untuk koran lain seperti Surabaya Post dan surat kabar mingguan seperti Ekonomi Indonesia sebagai tambahan penghasilan. Hal ini diketahui oleh pimpinan Tempo dan pimpinan Tempo menegur Dahlan.

Dahlan Mulai Bekerja untuk Jawa Pos
            Jawa Pos didirikan The Chung Shen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen adalah seorang pegawai bagian iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970-an, omzet Jawa Pos mengalami kemerosotan. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos. Dia merasa tidak dapat lagi mengurus perusahaannya.
Saat itu terdengar kabar bahwa Jawa Pos dibeli oleh Direktur Utama PT Grafiti Pers, Penerbit Tempo yaitu Eric Samola. Melihat prestasinya yang lumayan dan keinginan Dahlan untuk berbuat lebih, tahun 1982 ia dipromosikan menjadi pemimpin Koran Jawa Pos. Awalnya koran Jawa Pos bernama Java Post kemudian diganti dengan Djawa Post dan diganti lagi menjadi Jawa Pos. Awalnya media masa Surabaya dikuasai oleh Surabaya Post dan Kompas. Saat Dahlan Iskan ditunjuk menjadi pimpinan Jawa Pos, Jawa Pos hampir bangkrut karena kalah bersaing. Namun Dahlan tidak berputus asa, ia berusaha mencari cara agar Jawa Pos tidak bengkrut.
Ketika itu budaya membaca koran adalah di sore hari. Melihat ini muncullah ide Dahlan. Ia memutuskan bahwa Jawa Pos akan diterbitkan dan dibagikan di pagi hari. Ide ini di gulirkan Dahlan agar Jawa Pos seakan-akan bisa memberikan berita lebih cepat dari koran lain.
Namun Dahlan tidak menyerah, justru inilah kesempatan Jawa Pos. Saat koran lain belum terbit, Jawa Pos mendahului untuk terbit dan dibagikan. Sehingga akan membentuk opini bahwa Jawa Pos lebih cepat meliput berita dan lebih cepat mengetahui berita dibandingkan koran lain. Persoalan kebiasaan membaca koran di sore hari itu pelan-pelan dapat di rubah di pagi hari.  Akhirnya Jawa Pos terbit di pagi hari. Awalnya masyarakat kaget ada koran yang terbit di pagi hari. Dahlan membentuk opini bahwa lebih cepat mengetahui berita yang up to date itu lebih cerdas dan lebih keren.
Pelan-pelan Jawa Pos membiasakan masyarakat untuk membaca koran di pagi hari. Menerbitkan kkoran di pagi hari, Jawa Pos hampir tidak ada saingannya karena koran lain tetap terbit sore hari. Akhirnya dalam kurun waktu lima tahun yaitu 1982-1987 Jawa Pos berhasil terbit dengan oplah 126.000 eksemplar. Omset Jawa Pos naik 20 kali lipat dari omset ditahun pertama yaitu tahun 1982. Omset Jawa Pos mencapai 10,6 miliar. Dari surat kabar yang hampir bangkrut,Dahlan berhasil merubah kebiasaan masyarakat dari membaca koran di sore hari menjadi pagi hari.
Melihat keberhasilan Jawa Pos, koran lain yang awalnya terbit sore juga ikut-ikutan ter bit pagi karena takut kehilangan pasar. Di tahun 1993 saat usianya mencapai 42 tahun, Dahlan mengundurkan diri menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum Jawa Pos karena ia ingin memberikan kesempatan pada orang yang lebih muda untuk berkarya.
Dahlan Iskan dan Keluarganya
                Pada tahun 1975, Dahlan yang ketika itu berusia 25 tahun dan Nafsiah Sabri yang berumur 22 tahun akhirnya menikah. Nafsiah Sabri adalah istri yang benar-benar mencintainya. Hal ini terlihat dari Nafsiah yang mau dijadikan istrinya walaupun Dahlan belum menjadi apa-apa. Saat itu Dahlan Iskan hanyalah reporter lepas, DO dari kuliah dan tidak punya penghasilan tetap serta belum punya rumah.
"Bahkan kehidupan sehari-hari lebih banyak dibantu dari gaji istri saya yang menjadi guru SD waktu itu. Ketika lahir anak pertama mereka, Azrul Ananda kita bisa menyewa rumah yang ada kamarnya meski di gang sempit," jelasnya.
Dari pernikahan Dahlan Iskan dan Nafsiah Sabri, mereka telah dikaruniai dua orang anak yaitu Azrul Ananda dan Isna Fitriana. Walau hidup mereka saat itu serba kekurangan namun Nafsiah tetap setia kepada Dahlan. Mulai dari Dahlanhanya seorang reporter lepas sampai saat Dahlan menjadi menteri BUMN, Nafsiah selalu menemaninya bahkan saat Dahlan ditransplatasi hati, Nafsiah jugalah yang mempersiapkan segala kebutuhannya.
kisah-cinta-romantis-dahlan-iskan-dan-nafsiah-sabri.jpg