Kamis, 17 November 2016

Contoh Surat Kuasa dan Pribadi

Surat Kuasa Pribadi

Pihak-pihak yang bertandatangan di bawah ini:
I.                   Pemberikuasa
Nama         : Cantika
Alamat      : JalanMawar No.4 Medan.
Pekerjaan   : PNS
No.KTP     : 24556261205258837
No Telp     : 085297165907

I.                   Penerima kuasa
Nama         : Roni
Alamat      : JalanMawar No.10 Medan
Pekerjaan   : PegawaiSwasta
No KTP     : 244426165537225332
No Telp     : 085297165907

            Dengan ini menerangkan bahwa pihak 1 menyerahkan sepenuhnya kepada pihak II untuk mengambil uang di bank Bank Masa Depan(BMD) sekitar  50 juta no rek 111111111111111. Segala akibat menjadi tanggungjawab pemberikuasa.
Demikian surat kuasa ini dibuat untuk kepentingan tersebut di atas dan dipergunakan sebaik-baiknya.
                                                                                              Medan,10 November 2016
Penerimakuasa                                                                              Pemberikuasa
           
Roni                                                                                                            Cantika







 SuratKuasaOrganisasi

PT LIDAH BUDAYA
MEDAN
Alamat: Jl.Mawar No.4 Medan
Telp. (0431) 323579 Fax.(0431) 323579
                                                                                                                                          
SURAT KUASA
Nomor: 114 /KPU-MIN/VII/2012

Pihak-pihak yang bertandatangan di bawahiniadalahpihakPertama:

I.                   Pemberi kuasa
Nama                     : Suharto
Alamat                  : JalanMawar No.4 Medan
Jabatan                  : DirekturPT.LidahBuaya
Nomor telepon       : (0431) 323579
No. Faximili          : (0431) 323579

Memberi kuasa kepada pihak Kedua:

II.                Penerima kuasa
Nama         : Rio
Alamat      : Jalan Mawar No.8 Medan
Jabatan      :Kepala Biro Administrasi PT LidahBuaya
Nomortelpon         : 085297165907
Faximili     : -

Untuk menandatangani akta pelepasan hak jual, pengurusan hak guna bangunan atas sebidang tanah beserta bangunan di JalanBunga No.8 Jakarta Kemudian ia juga ditugaskan untuk menghadapinotaris dan pejabat lainnya untuk pembuatan surat-surat tanah tersebut.


            Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dimanfaatkan sebagaimana mestinya.


PenerimaKuasa                                                                                 PemberiKuasa
Kepala Biro Administrasi                                                                             Direktur

           
            Rio                                                                                                   Suharto

                                                                                               



Selasa, 08 November 2016

Resensi Novel Sukreni Gadis Bali

Resensi Novel Sukreni Gadis Bali
IMG_0006.jpg
Identitas buku:
Judul novel      : Sukreni Gadis Bali
Pengarang       : A.A.Pandji Tisna
Penerbit buku  : Balai Pustaka
Tahun terbit     : 1936
Kepengarangan:
            Anak Agung Pandji Tisna lahir di Singaraja, 11 Februari 1908. Anak Agung Pandji Tisna  menempuh pendidikan di HIS Singaraja, Mulo Batavia, 1923 belajar bahasa Inggris di Surabaya. Pada tahun 1925 ia menjadi pedagang kopra, dan tahun 1935 ia membuka sekolah rendah berbahasa Belanda De Sisya Pura School, menjadi guru bahasa Inggris di sekolah Pertiwi Putra, mengarang lagu dan menjadi pemain biola pada sebuah orkes komedi Stambul, tetapi berhenti karena menginsafi bahaya pada moral dari profesi tersebut. Pindah ke kebun kelapa milik ayahnya di tepi pantai yang sekarang disebut Lovina Beach. Sewaktu ingin ke Wina, di Singapura penyakit matanya kambuh sehingga menyebabkan matanya buta. Pada tahun 1973 menjadi pemimpin redaksi Majalah Jatayu ang disebut perkumpulan Bali Dharma Laksana.
Kemudian, tahun 1944 ia sebagai anak tertua menggantikan ayahnya, A.A. Putu Djlantik, yang meninggal dunia, menjadi raja Buleleng. Tahun 1945, ia dipilih menjadi ketua raja-raja seluruh Bali dan tahun 1946 beralih agama menajdi Kristen. Pada tahun 1947 berhenti sebagai raja Buleleng, digantikan oleh adiknya, A.A. ng. K. Djlantik, S.H., di tahun ini pula beliau mendirikan SMP Bhaktiyasa, perpustakaan umum, dan bioskop. Kemudiam, 1950 menjadi anggota DPR-RIS Jakarta dan tahun itu menjadi anggota DPR_RI (Kesatuan). 1954 memuat film Sukreni atas usahanya sendiri, dan 1963 ia mendirikan gereja di Bukit Seraya. A.A.Pandji Tisna meninggal pada tanggal 2 Juni 1978, di Lovina Beach.
Sinopsis Novel Sukreni Gadis Bali
Men Negara adalah seorang wanita yang berasal dari Karangasem, dia adalah anak orang kaya. Ia datang ke Buleleng hanya bermodalkan pakaian yang melekat di tubuhnya. Ia meninggalkan daerah itu karena suatu persoalan dengan suaminya. Pada awalnya Man Negara tinggal menumpang di rumah seorang haji yang mempunyai tanah dan kebun yang luas. Namun, karena Men Negara rajin bekerja dan hemat, ia kemudian dapat memiliki kebun sendiri.
Sebenarnya, di Karangasem Man Negeri memiliki seorang anak yang ia tinggalkan. Di tempat barunya ia melahirkan dua orang anak bernama I Negeri dan Ni Negari yang berparas cantik itu dapat menarik para pekerja pemetik kelapa untuk singgal di warungya. Disamping itu, Men Negara pun pandai memasak sehingga masakannya selalu disukai oleh para pekerja itu. Di antara mereka yang datang ke warung Men Negara adalah I Gde Swamba, seorang pemilik kebun kelapa itu. I Nagari yang jatuh hati kepada I Gde Swamba berharap jika suatu saat nanti bisa menikah dengan pria itu.
Suatu hari datang lah seorang pria bernama I Gusti Made Tusan dia adalah seorang menteri polisi. ia disegani dan ditakuti penduduk. Banyak sudah kejahatan yang berhasil ditumpasnya. Ini berkat kerjasamanya dengan seorang mata-mata bernama I Made Aseman. Suatu hari Men Negara ketahuan oleh I Made Aseman telah menyembelih seekor babi dan dilaporkan kepada I Gusti Made Tusan. I Made Aseman berharap kalau Man Negeri ditangkap dan di adili agar kedai iparnya dapat laku dan mengalahkan kedai Men Negara. Namun, hal itu tidak terjadi karena I Gusti Made Tusan melihat Ni Negari dan terpikat oleh tutur kata dan senyum Ni Negeri.
Suatu hari datanglah seorang gadis bernama Luh Sukreni ke kedai Men Negara untuk mencari I Gde Swamba untuk urusan sengketa warisan dengan kakaknya, I Sangia yang telah masuk agama kristen. Menurut adat dan agama Bali, jika seorang anak beralih agama lain, baginya tak ada hak untuk menerima harta warisan. Kedatangan Luh Sukreni membuat Men Negara dan Ni Negari cemburu dan iri hati. Menteri polisi itu tampak tertarik pada Sukreni dan berniat menjadikan Ni Sukrenis sebagai wanita simpanannya, mengetahui hal itu Men Negara mendapatkan siasat jahat. Suatu hari ketika Luh Sukreni datang lagi Men Negara dan Ni Negari menerimanya dengan ramah, bahkan mengajaknya untuk menginap dan di terima oleh luh Sukreni.
Saat itulah Men Negara menjalankan siasat jahatnya. Pada malam harinya, Luh Sukreni diperkosa oleh I Gusti Made Tusan. “Terima kasih Men Negara, atas pertolonganmu itu, hampir-hampir tak berhasil tetapi…” Begitulah I Gusti Made Tusan menyatakan kesenangannya atas siasat busuk Men Negara. Sejak kejadian itu Luh Sukreni pergi entah kemana. Namun betapa terkejutnya Men Negara ketika dia mengetahui kenyataan sebenarnya bahwa Luh Sukreni itu adalah anak kandungnya. I Sudiana teman seperjalanan Luh Sukreni, mengatakan bahwa Ni Sukreni adalah anak kandung Men Negara sendiri. Ayah Ni Sukreni, I Nyoman Raka telah mengganti nama Men Widi menjadi Ni Sukreni.
Perubahan nama itu dimaksudkan agar Ni Sukreni tak dapat diketahui lagi oleh ibunya. Mengetahui hal itu membuat Man Negara sangat menyesali perbuatannya. Sukreni tidak kembali ke kampungnya karena dia merasa malu dengan apa yang telah terjadi pada dirinya. Ia mengembara entah kemana. Namun, Pan Gumiarning, salah seorang sahabat ayahnya, mau menerima Ni Sukreni untuk tinggal di rumahnya. Tak lama kemudian. Ni Sukreni melahirkan seorang anak dari hasil perbuatan jahat I Gusti Made Tusan. Anak itu diberi nama I Gustam.

Tidak disangka takdir mempertemukan kembali Sukreni dengan I Gde Swamba, pertemuan itu berkat pertolongan I Made Aseman yang pada waktu itu sedang menjalani hukuman di Singaraja. I Gde Swamba berjanji akan membiayai kehidupan I Gustam meski anak itu bukan anak kandungnya. I Gustam tumbuh menjadi seorang pemuda yang memiliki perangai dan tabiatkasar, bahkan dia berani memukul ibunya. Setelah dewasa, ia mencuri sampai akhirnya masuk tahanan polisi. Didalam tahanan, I Gustam justru banyak memperoleh pelajaran cara merampok dari I Sintung, salah seorang perampok dan penjahat berat yang sudah terkenal keganasannya, ahli dalam hal perampokan dan kejahatan.
Setelah dirinya bebas dari penjara I Gustam membentuk sebuah kelompok dan I Sintung menjadi anak buahnya. Pada suatu malam, kelompok yang dikepalai I Gustam melaksanakan aksi perampokan di warung Men Negara. Namun rencana itu sudah diketahui oleh aparat keamanan. Perampokan di Men Negara mendapat perlawanan dari polisi yang dipimpin oleh I Gusti Made Tusan. I Gusti Made Tusan sendiri tidak mengenal bahwa musuh yang sedang dihadapinya adalah anaknya sendiri.
Maka ketika I Gustam hampir putus asa karena terkena kelewang ayahnya, I Gusti Made Tusan baru mengetahui bahwa yang terbunuh itu adalah anaknya sendiri, setelah ia mendengar teriakan I Made Aseman. Akhirnya ayah dan anak itupun tersungkur dan mati. Sementara itu Men Negara berubah menjadi orang gila yang berkeliaran di kampung dan kedainya.
Unsur Intrinsik:
A. Tokoh dan Penokohan
1. Ni Widi/ Luh Sukreni         : rajin “dari tuan itulah ia mendapatkan persen uang”
2. I Gusti Made Tausan          : cemburuan “I made Tausan terlalu amat cemburuan”
3. I Negara/Men Negara         : pemarah “tentu saja I Negara marah dan terjadi perkelahian”
4. Ni Negari    : genit “senyumnya sangat menggoda dan dibuat-buat supaya orang tertarik”
5. I Gustam     : suka merampok
 “I Gustam melaksanakan aksi perampokan di warung Men Negara. Namun rencana itu sudah diketahui oleh aparat keamanan.”
B. Tema                      : Perempuan Bali pada saat itu dianggap rendah oleh laki-laki Bali dan sering dianggap sebagai pemuas nafsu, apalagi jika dirinya berparas cantik.
C. Alur                       : alur yang digunakan dalama cerita ini adalah alur maju
D. Latar tempat:          : kedai, pekarangan, kebun kelapa
    Latar suasana          : kesedihan,permusuhan, perkelahian.
    Latar waktu             : pagi, siang, ,sore, malam.
E. Sudut pandang       : orang ke tiga
F. Amanat                   : Amanat dalam novel ini yaitu “setiap tindakan yang akan kita lakukan, sebaiknya dipikirkan terlebih dahulu apa akibatnya”    
Unsur Ekstrinsik
Nilai Moral      : “...baik begitu, bukan? Dengan jalan demikian tidak kentara, bahwa engkau sudah tahu niat anakmu hendak lari. Berapa kau katakan? Seratus lima puluh ribu? Baik, nanti kubayar uang itu, tunai”
Nilai Sosial      : “ apa jua yang kautangiskan, Sukreni? Anak itu tidak bersalah sedikit jua, sama dengan engkau. Sebab itu dia harus dikasihi, sebagai engkau jua,” kata ida sambil mengurut-urut rambut perempuan itu.”
Nilai Budaya   : “Petrus Sudana, saudara hamba, tidak boleh menerima waris orang tua, jadi waris orang tua hamba. Sebabnya pertama karena yang meninggalkan waris iru belum diaben, dan karena itu ahli waris belum boleh membagi-bagikan pusakanya. Kedua, karena Petrus Sudana menjadi Kristen, sudah meninggalkan agamanya yang asli.”
Nilai Agama    : “Ketika itu terasa oleh mereka itu, bahwa mereka telah kena hukuman Widi. Tuhannya. Terbayang di mata Men Negara rupa Ni Luh Sukreni, anaknya. Yang telah dicelakannya. Asap yang mengepul naik dari unggunan bara rumahnya dan hartan bendanya itu, tampak gelak sebagai orang melambai-lambai dia sambil tertawa gelak dan menyeringi dengan dahsyatnya.”
Kelebihan dan Kelemahan:
Kelebihan dalam novel ini yaitu, menceritakan tentang budaya Bali, sehingga wawasan pembaca akan bertambah dengan adanya cerita tentang budaya orang Bali zaman dahulu dan sejarah di Bali. dan ceritanya cukup menarik. Kelemahan dalam novel ini yaitu, penggunaan bahasa dalam novel ini cenderung menggunakan gaya bahasa lama, dan bahasanya bertele-tele, sehingga sangat sulit untuk dipahami.
           
            Kesimpulan:

Novel ini layak dibaca semua kalangan khususnya para remaja zaman sekarang, karena buku ini sangat menginspirasi, dan mendidik. Novel ini juga menceritakan bagaimana budaya di Bali pada zaman dulu.