Jangan Pernah Menyerah
Rabu, 30 November 2016
Kamis, 17 November 2016
Contoh Surat Kuasa dan Pribadi
Surat Kuasa Pribadi
Pihak-pihak
yang bertandatangan di bawah ini:
I.
Pemberikuasa
Nama : Cantika
Alamat : JalanMawar No.4 Medan.
Pekerjaan : PNS
No.KTP : 24556261205258837
No
Telp : 085297165907
I.
Penerima kuasa
Nama : Roni
Alamat : JalanMawar No.10 Medan
Pekerjaan : PegawaiSwasta
No
KTP : 244426165537225332
No
Telp : 085297165907
Dengan
ini menerangkan bahwa pihak 1 menyerahkan sepenuhnya kepada pihak II untuk mengambil
uang di bank Bank Masa Depan(BMD) sekitar 50 juta no rek 111111111111111. Segala akibat menjadi tanggungjawab pemberikuasa.
Demikian surat kuasa ini
dibuat untuk kepentingan tersebut di atas dan dipergunakan sebaik-baiknya.
Medan,10 November 2016
Penerimakuasa Pemberikuasa
Roni Cantika
PT LIDAH
BUDAYA
MEDAN
Alamat: Jl.Mawar No.4 Medan
Telp.
(0431) 323579 Fax.(0431) 323579
SURAT KUASA
Nomor:
114 /KPU-MIN/VII/2012
Pihak-pihak yang bertandatangan di bawahiniadalahpihakPertama:
I.
Pemberi kuasa
Nama : Suharto
Alamat : JalanMawar No.4 Medan
Jabatan : DirekturPT.LidahBuaya
Nomor telepon : (0431) 323579
No. Faximili : (0431) 323579
Memberi kuasa kepada pihak Kedua:
II.
Penerima kuasa
Nama : Rio
Alamat : Jalan Mawar No.8
Medan
Jabatan :Kepala Biro
Administrasi PT LidahBuaya
Nomortelpon : 085297165907
Faximili : -
Untuk menandatangani akta pelepasan hak jual,
pengurusan hak guna bangunan atas sebidang tanah beserta bangunan di JalanBunga No.8
Jakarta Kemudian ia juga ditugaskan untuk menghadapinotaris dan pejabat lainnya untuk pembuatan surat-surat tanah tersebut.
Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
PenerimaKuasa PemberiKuasa
Kepala Biro Administrasi Direktur
Rio Suharto
Selasa, 08 November 2016
Resensi Novel Sukreni Gadis Bali
Resensi Novel Sukreni Gadis Bali
Identitas buku:
Judul
novel : Sukreni Gadis Bali
Pengarang : A.A.Pandji Tisna
Penerbit
buku : Balai Pustaka
Tahun
terbit : 1936
Kepengarangan:
Anak Agung Pandji Tisna lahir di
Singaraja, 11 Februari 1908. Anak Agung Pandji Tisna menempuh pendidikan di HIS Singaraja, Mulo
Batavia, 1923 belajar bahasa Inggris di Surabaya. Pada tahun 1925 ia menjadi
pedagang kopra, dan tahun 1935 ia membuka sekolah rendah berbahasa Belanda De
Sisya Pura School, menjadi guru bahasa Inggris di sekolah Pertiwi Putra,
mengarang lagu dan menjadi pemain biola pada sebuah orkes komedi Stambul,
tetapi berhenti karena menginsafi bahaya pada moral dari profesi tersebut.
Pindah ke kebun kelapa milik ayahnya di tepi pantai yang sekarang disebut
Lovina Beach. Sewaktu ingin ke Wina, di Singapura penyakit matanya kambuh sehingga
menyebabkan matanya buta. Pada tahun 1973 menjadi pemimpin redaksi Majalah
Jatayu ang disebut perkumpulan Bali Dharma Laksana.
Kemudian,
tahun 1944 ia sebagai anak tertua menggantikan ayahnya, A.A. Putu Djlantik,
yang meninggal dunia, menjadi raja Buleleng. Tahun 1945, ia dipilih menjadi
ketua raja-raja seluruh Bali dan tahun 1946 beralih agama menajdi Kristen. Pada
tahun 1947 berhenti sebagai raja Buleleng, digantikan oleh adiknya, A.A. ng. K.
Djlantik, S.H., di tahun ini pula beliau mendirikan SMP Bhaktiyasa,
perpustakaan umum, dan bioskop. Kemudiam, 1950 menjadi anggota DPR-RIS Jakarta
dan tahun itu menjadi anggota DPR_RI (Kesatuan). 1954 memuat film Sukreni atas
usahanya sendiri, dan 1963 ia mendirikan gereja di Bukit Seraya. A.A.Pandji
Tisna meninggal pada tanggal 2 Juni 1978, di Lovina Beach.
Sinopsis Novel Sukreni Gadis Bali
Men
Negara adalah seorang wanita yang berasal dari Karangasem, dia adalah anak orang
kaya. Ia datang ke Buleleng hanya bermodalkan pakaian yang melekat di tubuhnya.
Ia meninggalkan daerah itu karena suatu persoalan dengan suaminya. Pada awalnya
Man Negara tinggal menumpang di rumah seorang haji yang mempunyai tanah dan
kebun yang luas. Namun, karena Men Negara rajin bekerja dan hemat, ia kemudian
dapat memiliki kebun sendiri.
Sebenarnya,
di Karangasem Man Negeri memiliki seorang anak yang ia tinggalkan. Di tempat
barunya ia melahirkan dua orang anak bernama I Negeri dan Ni Negari yang berparas
cantik itu dapat menarik para pekerja pemetik kelapa untuk singgal di warungya.
Disamping itu, Men Negara pun pandai memasak sehingga masakannya selalu disukai
oleh para pekerja itu. Di antara mereka yang datang ke warung Men Negara adalah
I Gde Swamba, seorang pemilik kebun kelapa itu. I Nagari yang jatuh hati kepada
I Gde Swamba berharap jika suatu saat nanti bisa menikah dengan pria itu.
Suatu
hari datang lah seorang pria bernama I Gusti Made Tusan dia adalah seorang
menteri polisi. ia disegani dan ditakuti penduduk. Banyak sudah kejahatan yang
berhasil ditumpasnya. Ini berkat kerjasamanya dengan seorang mata-mata bernama
I Made Aseman. Suatu hari Men Negara ketahuan oleh I Made Aseman telah
menyembelih seekor babi dan dilaporkan kepada I Gusti Made Tusan. I Made Aseman
berharap kalau Man Negeri ditangkap dan di adili agar kedai iparnya dapat laku
dan mengalahkan kedai Men Negara. Namun, hal itu tidak terjadi karena I Gusti
Made Tusan melihat Ni Negari dan terpikat oleh tutur kata dan senyum Ni Negeri.
Suatu
hari datanglah seorang gadis bernama Luh Sukreni ke kedai Men Negara untuk
mencari I Gde Swamba untuk urusan sengketa warisan dengan kakaknya, I Sangia
yang telah masuk agama kristen. Menurut adat dan agama Bali, jika seorang anak
beralih agama lain, baginya tak ada hak untuk menerima harta warisan. Kedatangan
Luh Sukreni membuat Men Negara dan Ni Negari cemburu dan iri hati. Menteri
polisi itu tampak tertarik pada Sukreni dan berniat menjadikan Ni Sukrenis
sebagai wanita simpanannya, mengetahui hal itu Men Negara mendapatkan siasat
jahat. Suatu hari ketika Luh Sukreni datang lagi Men Negara dan Ni Negari
menerimanya dengan ramah, bahkan mengajaknya untuk menginap dan di terima oleh
luh Sukreni.
Saat
itulah Men Negara menjalankan siasat jahatnya. Pada malam harinya, Luh Sukreni
diperkosa oleh I Gusti Made Tusan. “Terima kasih Men Negara, atas pertolonganmu
itu, hampir-hampir tak berhasil tetapi…” Begitulah I Gusti Made Tusan
menyatakan kesenangannya atas siasat busuk Men Negara. Sejak kejadian itu Luh
Sukreni pergi entah kemana. Namun betapa terkejutnya Men Negara ketika dia
mengetahui kenyataan sebenarnya bahwa Luh Sukreni itu adalah anak kandungnya. I
Sudiana teman seperjalanan Luh Sukreni, mengatakan bahwa Ni Sukreni adalah anak
kandung Men Negara sendiri. Ayah Ni Sukreni, I Nyoman Raka telah mengganti nama
Men Widi menjadi Ni Sukreni.
Perubahan
nama itu dimaksudkan agar Ni Sukreni tak dapat diketahui lagi oleh ibunya.
Mengetahui hal itu membuat Man Negara sangat menyesali perbuatannya. Sukreni
tidak kembali ke kampungnya karena dia merasa malu dengan apa yang telah
terjadi pada dirinya. Ia mengembara entah kemana. Namun, Pan Gumiarning, salah
seorang sahabat ayahnya, mau menerima Ni Sukreni untuk tinggal di rumahnya. Tak
lama kemudian. Ni Sukreni melahirkan seorang anak dari hasil perbuatan jahat I
Gusti Made Tusan. Anak itu diberi nama I Gustam.
Tidak
disangka takdir mempertemukan kembali Sukreni dengan I Gde Swamba, pertemuan
itu berkat pertolongan I Made Aseman yang pada waktu itu sedang menjalani
hukuman di Singaraja. I Gde Swamba berjanji akan membiayai kehidupan I Gustam
meski anak itu bukan anak kandungnya. I Gustam tumbuh menjadi seorang pemuda
yang memiliki perangai dan tabiatkasar, bahkan dia berani memukul ibunya.
Setelah dewasa, ia mencuri sampai akhirnya masuk tahanan polisi. Didalam
tahanan, I Gustam justru banyak memperoleh pelajaran cara merampok dari I
Sintung, salah seorang perampok dan penjahat berat yang sudah terkenal
keganasannya, ahli dalam hal perampokan dan kejahatan.
Setelah
dirinya bebas dari penjara I Gustam membentuk sebuah kelompok dan I Sintung
menjadi anak buahnya. Pada suatu malam, kelompok yang dikepalai I Gustam
melaksanakan aksi perampokan di warung Men Negara. Namun rencana itu sudah
diketahui oleh aparat keamanan. Perampokan di Men Negara mendapat perlawanan
dari polisi yang dipimpin oleh I Gusti Made Tusan. I Gusti Made Tusan sendiri
tidak mengenal bahwa musuh yang sedang dihadapinya adalah anaknya sendiri.
Maka
ketika I Gustam hampir putus asa karena terkena kelewang ayahnya, I Gusti Made
Tusan baru mengetahui bahwa yang terbunuh itu adalah anaknya sendiri, setelah
ia mendengar teriakan I Made Aseman. Akhirnya ayah dan anak itupun tersungkur
dan mati. Sementara itu Men Negara berubah menjadi orang gila yang berkeliaran
di kampung dan kedainya.
Unsur Intrinsik:
A.
Tokoh dan Penokohan
1.
Ni Widi/ Luh Sukreni : rajin “dari tuan itulah ia mendapatkan persen uang”
2.
I Gusti Made Tausan : cemburuan “I made Tausan terlalu amat cemburuan”
3.
I Negara/Men Negara : pemarah “tentu saja I Negara marah dan terjadi
perkelahian”
4.
Ni Negari : genit “senyumnya sangat menggoda dan dibuat-buat supaya orang tertarik”
5.
I Gustam : suka merampok
“I Gustam melaksanakan aksi perampokan di
warung Men Negara. Namun rencana itu sudah diketahui oleh aparat keamanan.”
B. Tema
: Perempuan Bali pada saat itu
dianggap rendah oleh laki-laki Bali dan sering dianggap sebagai pemuas nafsu,
apalagi jika dirinya berparas cantik.
C.
Alur : alur yang digunakan dalama cerita ini adalah alur maju
D. Latar tempat: : kedai, pekarangan, kebun kelapa
Latar suasana :
kesedihan,permusuhan, perkelahian.
Latar waktu : pagi, siang, ,sore, malam.
E.
Sudut pandang : orang ke tiga
F. Amanat : Amanat
dalam novel ini yaitu “setiap tindakan yang akan kita lakukan, sebaiknya
dipikirkan terlebih dahulu apa akibatnya”
Unsur Ekstrinsik
Nilai
Moral : “...baik begitu, bukan? Dengan jalan demikian tidak kentara, bahwa
engkau sudah tahu niat anakmu hendak lari. Berapa kau katakan? Seratus lima
puluh ribu? Baik, nanti kubayar uang itu, tunai”
Nilai
Sosial : “ apa jua yang kautangiskan, Sukreni? Anak itu tidak bersalah sedikit
jua, sama dengan engkau. Sebab itu dia harus dikasihi, sebagai engkau jua,” kata
ida sambil mengurut-urut rambut perempuan itu.”
Nilai
Budaya : “Petrus Sudana, saudara hamba, tidak boleh menerima waris orang tua,
jadi waris orang tua hamba. Sebabnya pertama karena yang meninggalkan waris iru
belum diaben, dan karena itu ahli waris belum boleh membagi-bagikan pusakanya.
Kedua, karena Petrus Sudana menjadi Kristen, sudah meninggalkan agamanya yang
asli.”
Nilai
Agama : “Ketika itu terasa oleh mereka itu, bahwa mereka telah kena hukuman
Widi. Tuhannya. Terbayang di mata Men Negara rupa Ni Luh Sukreni, anaknya. Yang
telah dicelakannya. Asap yang mengepul naik dari unggunan bara rumahnya dan
hartan bendanya itu, tampak gelak sebagai orang melambai-lambai dia sambil
tertawa gelak dan menyeringi dengan dahsyatnya.”
Kelebihan dan Kelemahan:
Kelebihan dalam novel ini yaitu, menceritakan
tentang budaya Bali, sehingga wawasan pembaca akan bertambah dengan adanya
cerita tentang budaya orang Bali zaman dahulu dan sejarah di Bali. dan
ceritanya cukup menarik. Kelemahan dalam novel ini yaitu, penggunaan bahasa
dalam novel ini cenderung menggunakan gaya bahasa lama, dan bahasanya
bertele-tele, sehingga sangat sulit untuk dipahami.
Kesimpulan:
Novel
ini layak dibaca semua kalangan khususnya para remaja zaman sekarang, karena
buku ini sangat menginspirasi, dan mendidik. Novel ini juga menceritakan
bagaimana budaya di Bali pada zaman dulu.
Langganan:
Postingan (Atom)